Aku Lihat, Kau Menangis...

Seorang kuli kertas tentu berbeda dengan seorang pemilik usaha, pemilik modal, seorang bos dan tentu sangat berbeda pula dengan Petugas Part-time (jangan berpikiran jorok, apalagi kotor, tak baik itu). Ia harus bekerja sesuai aturan, menurut, menjadi anak baik dan harus mampu membuat Sang Pemilik Kertas tersenyum dengan senyum yang aduhai, walau kau tau senyum itu bukan untukmu..

Saatnya aku bilang, "Kasihaan..."
Tak mengapa, dan aku selalu berusaha menikmati keadaan ini, setidaknya aku diberi kesempatan hidup di tengah-tengah keramaian yang membanggakan, bisa menjaga shalat yang lima, berjamaah pula, walau kadang suka sedikit terlambat sih... Dan, seluruh kebaikan yang banyak tak terhitung, mudah-mudahan itu semua menjadi tabungan kebaikan kami, insya Allah..
Seperti pula hari ini, memang hari Ahad, hari keluarga, saat hampir semua orang bisa bercengkerama bersama orang-orang tercinta di sekitarnya, bercanda, tertawa, mengenang masa-masa indah yang hampir terlupa. Tapi kami, para kuli kertas ini, tetap duduk berhias senyumdan canda tak ternoda, menyambut anak-anak manis, lagi penurut yang bercita-cita bahagiakan orang tuanya, para calon santri baru. Iya, mereka semua baik dan penurut, insya Allah. Betapa tidak? Kau tahu? Sebentar lagi mereka akan hidup berjauhan dengan keluarga dalam waktu yang lama, tapi mereka rela dan tetap berusaha agar mereka dapat diterima menjadi bagian dari Madrasah ini. Mengagumkan... Semoga Allah memberkati dan merahmati mereka dan juga kami..
Tak capek kah?
Jangan tanya! Sekali lagi, jangan tanya. Kami telah terlatih beberapa tahun belakang untuk urusan seperti ini. Berharap, semua berakhir indah, seperti cinta kita, eh... Sorry.. Berharap, semua berakhir indah, semoga Allah memasukkan kami ke dalam Jannah-Nya dengan sebab amal yang tak terlalu bisa dibanggakan ini, itu cukup...
****
Jam setengah lima lewat beberapa menit, saat aku masuk ke kamar berantakanku. Ah, kalian, selalu saja membuat Ayahmu ini yang selalu bertanggung jawab untuk merapikan semuanya...
"Ayah, Ayah.. Kata Bunda, kita ke Mbah Cawas (Ibuku, maksudnya) sore ini.." begitu sambutan putera pertamaku menyambutku.
"Siap, insya Allah, kalo nggak hujan..."
"Ayah datang, Ayah datang..." istriku tak lupa dengan nyanyiannya itu bersama Si Mungil yang mengagumkan..
"Ayah tau tak? Tadi, Bunda dibuat menangis sama krucil-krucilmu ini.."
"Hai, memang kenapa kah?"
"Biasa, berantem.. Dan, yang satu mainan saklar. Padahal, dulu sakalar itu pernah rusak. Terlalu bahaya...!" Cantikku membuka cerita..
"Lalu?"
"Saking bingungnya, gimana menghentikan mereka, Bunda pura-pura marah dan meninggalkan mereka. Tapi ternyata, itu tak berhasil.."
"Aku kembali, hanya dia dan berbaring di sebelah meraka dengan menutup mata, sebelumnya Bunda berpesan pada mereka agar hentikan tingkahnya itu.."
"Tetap tak berhasil.. Akhirnya, Bunda tetap dalam keadaan itu, sampai Mas Aman (panggilam putera pertamaku) tersadar..."
"Dik, Dik... Bunda kenapa?" panggil Mas Aman pada adiknya..
"Mereka coba memabangunkan Bunda dan memanggil nama Bunda, tapi Bunda tetap berusaha dalam posisi semula, pejamkan mata dan mencoba diam..."
"Bunda, Bunda, Bunda Bangun..." mereka berdua terus berusaha bangunkan, "Aku menahan tawa.."
"Dik, Dik Ibrahim... Bunda mati..." kata Mas, lalu mereka berdua mencoba membangunkan Bunda dan menciumi wajah Bunda..
"Bunda, maaf.. Mas Aman dan Dik Ibrahim nggak nakal lagi..." mereka terus membangunkan dan menciumi Bunda. Ingin menangis, rasanya...
"Itu berlangsung lama. Dan, Bunda nggak tahan untuk menangis.. Akhirnya, bangun juga.." tutupnya..
"Bun, maaf..." kata Ibrahim dengan gaya khas, seperti saat dia minta ASI...
Dan, aku lihat, istriku itu menangis haru saat kisahkan ini padaku sore tadi..
Selesai...
****
Bagi kami, hal seperti ini mampu hapuskan segala lelah dan seluruh letih yang ada. Kau tahu, Kawan? Itu tak pernah akan dimiliki, ketika kau masih bersendiri. Maaf, bukan memanasi. Itu nyata...
Anak dan istri siapa yang akan buatmu begitu? Istri tetangga? Masya Allah, beraninya kau ini, Kawan...
Cepatlah, jangan tunda lagi!
Ada rasa bangga dan bahagia, ketika kau lewati hari-hari bersama mereka, walau kau miskin..
Ada air mata yang mengalir lembut, tanda kau menikmati indahnya hidup bersama mereka.. Ah, pasti serasa ada yang mengoyak hatimu..
Dan, tentu, kau dapat berkata pada kekasihmu, "Aku lihat, kau menangis..."
| Cawas, 20 Rabi'ut Tsani 1436 H | 08 Februari 2015 M
| #AbuLaylaSupry | Mohon doa, yang bikin cerita lagi flu berat, tak mampu sekedar penjamkan mata...

Comments

Popular posts from this blog

Macam-macam Majas

Ringkasan Materi Psikologi Perkembangan

Ilmu di Mata Imam Asy Syafi'i rahimahullah