"Jilbab Cokelat untuk Adikku..."



Pertengahan Oktober lalu, istriku bilang kepadaku, bahwa beliau terlambat haidh. Sedikit kaget dan tak percaya, karena memang anak kedua kami baru berumur 20 bulan, waktu itu. Setelah dicek, hasilnya positif. Itu berarti, kami harus menyiapkan segala sesuatunya, keluarga mungil ini akan bertambah satu penghuni, insya Allah. Kami yakin, semua terjadi sesuai dengan takdir kehendak-Nya.

Awalnya, kami akan merahasiakan
berita gembira ini. Biasa, banyak orang terkadang merasa kaget dan tak begitu percaya, bahkan cenderung mencemooh, ketika seorang istri yang jelas-jelas bersuami, 'hamil lagi', hanya gara-gara pandangan sinis: 'banyak anak, akhirnya tak terurus'. Dan, sebagian mereka malah lebih menerima, ketika ada seorang gadis 'halim' di luar nikah, tak punya suami dan akhirnya dinikahkan paksa, lalu akan melahirkan dua bulan kemudian. Inilah kenyataan yang terjadi di masyarakat kita.

Sehingga, tak ada yang kami beritahu, kecuali satu, Abdurrahman, anak pertamaku. Istriku sering bilang padanya, "Mas Aman sudah besar, jadilah anak shalih. Insya Allah, Mas Aman akan punya adik lagi.."

"Mas Aman mau punya adik lagi, Bun?" tanyanya diulang-ulang..

"Iya..."

"Mas Aman ingin adik cantik, kayak Mbak Elga (teman mainnya), nanti nggak aku nakali. Mas Aman emoh Dik Ibrahim dan Dik Yusuf (sepupunya).." ini juga dia ulang-ulang...

"Berdoa pada Allah, biar nanti dikasih adik cantik, Dik Aisyah, insya Allah.." bujuk Ibundanya.

"Nanti adik, aku beliin jilbab cokelat sama Embah ya, Bun..."

"Iya..."

Tanpa pengetahuan kami, berita ini menyebar darinya, Mbah Ti, Mbah Kung dan semua tahu. Karena Abdurrahman (3,5 tahun) ternyata sekarang pintar bercerita, termasuk tentang kehamilan Ibundanya, dia ceritakan kepada semua orang. Bahkan, saya mendengar hal ini dari Ibu Gurunya. Berarti, dia telah bercerita pada semua...

Ya sudahlah...

Akhirnya, beberapa pekan yang lalu, setelah Ibrahim keluar dari rumah sakit...

"Yah, sekarang sering keluar flek. Apa mungkin terlalu capek, karena sering begadang kemarin?" keluh istriku.

"Berdoa saja, mudah-mudahan semua baik adanya. Serahkan pada Allah, Dia Maha Tahu yang terbaik buat hamba-Nya.."

Flek itu terus terjadi setiap hari. Alhamdulillah, istriku tetap bersabar dengan keadaannya itu dan yakin, bahwa semua yang telah Allah tetapkan baik adanya dengan tetap membawa dan mengkonsultasikannya dengan Bidan terdekat.

Setelah hampir dua pekan flek, hari Rabu yang lalu, keluar 'darah segar'. Kamipun bersegera periksa ke Rumah Sakit, sekalian USG. Harus menunggu lama, karena di rumah sakit tersebut, pelayanan konsultasi kehamilan dan USG baru buka pukul 20:00 WIB, padahal sebelum maghrib kami sudah berangkat. Tak apa...

"Harus diikhlashkan..." begitu kata Ibu Dokter, singkat, penuh makna..

Istriku berkaca-kaca dan menangis bening. "Ada apa, Dok..?"

"Janin Ibu sudah tidak berkembang sejak tiga minggu yang lalu. Seharusnya sekarang sudah 8 minggu. Tapi, hasil USG, kelihatannya janin baru 5 minggu. Mungkin karena bakteri, atau yang lain.. Kalau ingin tau apa penyebabnya, harus dilakukan tes laborat.."

"Ya sudah, Bu. Tak apa.."

Kami pulang. Dua pekan lagi kami akan kontrol dan memastikannya lagi, sekaligus mengangkatnya, jika memang telah tiada, insya Allah...

----

"Yah, Ayah sibuk tidak? Bisa antarkan aku periksa sekarang, mumpung longgar?" begitu beberapa SMS dari istriku yang baru sempat aku baca setelah selesai Shalat Jumat.

"Bisa, insya Allah. Nyamper ke kantor ya.. Kita bawa motor satu saja.."

"Ayah ke sini saja! Ini sudah keluar banyak darah. Baju sama jilbabnya kotor.."

Aku lihat istriku sudah tak berdaya di ruang kelas TK tempat dia mengajar, 'nglesot' dengan banyak darah di bagian belakangnya. Dan tak ada seorangpun yang tahu kejadian itu. Semua temannya telah pulang, hanya tinggal beberapa mbak-mbak yang ikut kajian rutin di kelas depan.

"Tadi keluar banyak darah dan ada kayak gumpalan-gumpalan gitu," katanya, tenang, tak ada rasa panik yang nampak.

"Ya sudah, ganti baju dulu, teris kita ke Rumah Sakit.."

----

"Ini sudah harus dikeluarkan, kalo siap sekarang, lebih baik. Tadi saya lihat sudah dekat sekali.." kata Ibu Dokter menjelaskan keadaan.

"Ya sudah, Bu, kami ikut saja..."

Jam 20:30 'kuret' dimulai.

"Bapak menunggu di luar, ya," kata perawatnya..

Jam sembilan, selesai, alhamdulillaah. Tapi, istriku tak kunjung siuman. Sampai jam sebelas malam aku berteman dengan alat ini (lihat gambar), sambil terus perhatikan keadaan istriku yang sesekali menangis dengan tak sadarkan diri. Entah apa yang terjadi dengannya di 'alam sana'.

Pagi harinya, Abdurrahman dan Ibrahim datang diantar Mbah. Gembira sekali dia. Dia menyangka adiknya lahir dengan selamat. Matanya mencari-cari, dimana gerangan 'adik baru'-nya. Hanya saja, dia tak bertanya.

Setelah Dhuhur, badannya panas sekali. Diapun pulas dalam pelukan Ibundanya. Sesekali terdengar igauan, "Adikku, mana adikku..?"

----

Aku buka pintu kamar rumah sakit itu, sepulang dari masjid, setelah shalat Ashar. Aku lihat Aman menangis dengan tangis kehilangan, istrikupun menangis tak kalah hebat, demikian pula Mbak Perawat yang coba menjelaskan sesuatu pada istriku, ikut berkaca-kaca. "Ada apa gerangan?" tanyaku dalam hati...

Lama tak ada jawaban, walaupun sudah berulang kali aku tanyakan. Baru setelah Mbak Perawat itu pergi, istriku bercerita, "Mas Aman nyari adik bayinya..." Dan, istrikupun menangis sejadinya. "Belum dapat kalimat yang pas buat menjelaskan padanya," lanjutnya..

"Mas Aman nggak mau pulang. Mas Aman mau pulangnya sama Ayah, sama Bunda sama adik bayi naik motor.." kata lirih anak pertamaku itu.

Waduh, jadi sedih aku...

Lalu, Mbah Ti-nya membuka pintu, datang bersama Ibrahim dari bermain. Dan, beliaulah yang menjelaskan pada anakku, hingga redalah tangisannya.

"Sudah ya, Aman berdoa pada Allah, minta adik lagi. Aman mau adik berapa?"

"Tiga..." jawabnya, sambil mengacungkan jari dan mengakhiri tangisannya..

Sampai pagi ini, badan Aman masih panas sekali. Mohon doa untuk kebaikan dan kesembuhannya dari temans dan sahabats semua..

Bukan takdir yang kami tangisi, bukan pula biaya yang mahal, hanya terkadang kita kesulitan untuk menjelaskan...

Istriku bilang, "Semuanya berjalan dengan baik, ketika kita telah menyerahkan urusannya pada Allah. Semua ini terjadi, saat semua tanggungan telah selesai. Tugas ujian dan pembagian raport di sekolah juga sudah beres. Semua berjalan menakjubkan. Itulah indahnya tawakal.."

"Kami milik Allah dan sesungguhnya hanya kepada-Nya semata kami kembali... Ya Allah, berilah kami pahala dalam musibah yang telah menimpa kami dan berilah kami ganti yang lebih baik daripada musibah yang telah menimpa... Aamien..”

Tersenyumlah..! Dengan senyum, tatapan matamu menjadi lebih indah...

Comments

Popular posts from this blog

Macam-macam Majas

Ringkasan Materi Psikologi Perkembangan

Ilmu di Mata Imam Asy Syafi'i rahimahullah