Metode Pendidikan Pada Masa Para Ulama Terdahulu
Pendidikan memiliki peran sangat penting dan menentukan dalam
pembentukan kepribadian dan perkembangan peradaban manusia, khususnya dalam
membina manusia dan membebaskannya dari kebodohan, kegelapan, dan kesesatan.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam diutus untuk mendidik manusia
agar menjadi makhluk yang berakhlak mulia dan terlepas dari kesesatan. Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
((
كَمَا أَرْسَلْنَا فِيكُمْ رَسُولًا مِنْكُمْ يَتْلُو عَلَيْكُمْ آيَاتِنَا
وَيُزَكِّيكُمْ وَيُعَلِّمُكُمُ الْكِتَابَ وَالْحِكْمَةَ وَيُعَلِّمُكُمْ مَا
لَمْ تَكُونُوا تَعْلَمُونَ ))
“Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat
Kami kepadamu) Kami telah mengutus kepadamu Rasul diantara kamu yang membacakan
ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab
dan Al Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.
” [QS. Al Baqarah: 151]
” [QS. Al Baqarah: 151]
Allah
Subhanahu wa Ta'ala juga berfirman:
((
قُلْ يَا أَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَىٰ كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا
وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا
يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ ۚ
فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ ))
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang)
kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan
kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia
dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain
sebagai Tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling, maka katakanlah kepada
mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada
Allah)!” [QS. Ali Imran:
64]
Demikianlah,
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam membina dan mendidik para shahabat
radhiyallahu ‘anhu, sehingga mereka menjadi generasi terbaik. Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ
الَّذِينَ يَلُونَهُمْ
“Sebaik-baiknya manusia adalah generasiku,
kemudian generasi setelah mereka, kemudian generasi setelah mereka.” [HR Al Bukhari (5/191) dan Muslim (2533)]
Mereka
menjadi manusia terbaik di bawah pembinaan pendidik terbaik, yaitu Nabi
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, hingga Mu’awiyah bin Al Hakam radhiyallahu
‘anhu mengungkapkan kekagumannya terhadap Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam dalam ungkapannya yang indah:
مَا رَأَيْتُ مُعَلِّمًا قَبْلَهُ وَلَا بَعْدَهُ أَحْسَنَ
تَعْلِيمًا مِنْهُ
“Aku tidak akan melihat seorang pendidik sebelum
dan sesudahnya yang lebih baik darinya.” [HR. Muslim (836)]
Sebagai
teladan yang baik, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kita
untuk mencontoh dan mengikuti Beliau shallallahu 'alaihi wasallam:
(( لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ
اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ
وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا ))
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah
dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” [QS. Al Ahzab: 21]
Juga
dalam ayat yang lain, Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
((
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ ))
“Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti
yang agung.”
[QS. Al Qalam: 4]
Oleh
karena itu, semestinya kita menjadikan Beliau shallallahu 'alaihi wasallam
sebagai rujukan dalam pendidikan dan pembinaan kehidupan seluruh manusia.
Sufyân bin 'Uyainah Al Makki rahimahullah menyatakan:
“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
adalah standar terbesar. Segala sesuatu (harus) ditimbang berdasarkan akhlak,
sirah dan petunjuk Beliau shallallahu 'alaihi wasallam. Semua yang
sesuai dengannya, itulah kebenaran dan yang menyelisihinya, itulah kebatilan.”
[Tadzkirat As Sami’ wal-Mutakallim, Ibnu Jama’ah Al Kinani, hal. 21.]
Salah
seorang murid Syaikh Muhammad Nashiruddin Al Albani rahimahullah, yaitu
Syaikh Muhammad ‘Ied Abbasi, menyimpulkan garis-garis besar yang terpenting
mengenai pendidikan pada masa Salaf. [1] Beliau menyebutkan dalam
makalahnya yang berjudul At-Ta’lim fie ‘Ahdi As Salaf, sebagai berikut:
1.
Menjadikan Al Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sebagai landasan dan sumber ilmu.
Keduanya merupakan
sumber terpercaya dan maksum dari segala kesalahan dan kekurangan.
2.
Memahami Al Qur-an dan Sunnah Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam sesuai dengan pemahaman yang benar.
Yaitu, seperti pemahaman
para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in. Mereka telah dipuji oleh Allah Subhanahu
wa Ta'ala di dalam Al Qur-an, dan juga direkomendasikan Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam untuk diikuti.
3.
Mengikhlaskan ilmu hanya untuk Allah Subhanahu
wa Ta'ala dan menjadikannya sebagai puncak usaha dan tujuan kita.
4.
Memulai dengan menanamkan secara kokoh keimanan
kepada jiwa murid sebelum belajar hukum syariat.
Ini dilakukan
dengan mengenalkan tentang Rabb, nama, sifat dan perbuatan-Nya, sehingga
tertanam dalam jiwa murid pengagungan, penghormatan, pengharapan dan rasa takut
kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, serta kecintaan kepada-Nya. Dia juga
akan selalu ingat kepada kematian, kengerian Hari Kiamat, Surga dan Neraka,
serta Hari Perhitungan amal.
Memulai pendidikan
dengan sisi ini akan mempersiapkan seseorang supaya dapat melaksanakan perintah
Allah Subhanahu wa Ta'ala dan menjauhi larangan-larangan-Nya, serta senantiasa
istiqamah. Demikian yang disampaikan Al Qur-an dalam masalah pendidikan
generasi pertama dan kedua. Dijelaskan oleh Ummul Mukminin ‘Aisyah radhiyallahu
‘anha:
إِنَّمَا نَزَلَ أَوَّلَ مَا نَزَلَ مِنْهُ سُورَةٌ مِنْ
الْمُفَصَّلِ فِيهَا ذِكْرُ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ حَتَّى إِذَا ثَابَ النَّاسُ
إِلَى الْإِسْلَامِ نَزَلَ الْحَلَالُ وَالْحَرَامُ
وَلَوْ نَزَلَ أَوَّلَ شَيْءٍ لَا تَشْرَبُوا الْخَمْرَ
لَقَالُوا لَا نَدَعُ الْخَمْرَ أَبَدًا ، وَلَوْ نَزَلَ لَا تَزْنُوا لَقَالُوا
لَا نَدَعُ الزِّنَا أَبَدًا
لَقَدْ نَزَلَ بِمَكَّةَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ
عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَإِنِّي لَجَارِيَةٌ أَلْعَبُ بَلْ السَّاعَةُ مَوْعِدُهُمْ
وَالسَّاعَةُ أَدْهَى وَأَمَرُّ وَمَا نَزَلَتْ سُورَةُ الْبَقَرَةِ وَالنِّسَاءِ
إِلَّا وَأَنَا عِنْدَهُ
“Sesungguhnya yang pertama kali turun darinya
ialah satu surat dari Al Mufashshal (surat-surat pendek) yang berisi penjelasan
tentang Surga dan Neraka; sehingga apabila manusia telah mantap dalam Islam,
maka turunlah (ayat-ayat tentang) halal dan haram.
Seandainya yang pertama kali turun (kepada mereka)
adalah ‘Jangan minum khamr (minuman keras)!’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Kami
tidak akan meninggalkan khamr selama-lamanya.’ Seandainya yang pertama turun
adalah ‘Jangan berzina!’ Tentu mereka akan menjawab: ‘Kami tidak akan
meninggalkan zina selama-lamanya.’
Sesungguhnya telah turun firman Allah: ‘Sebenarnya
Hari Kiamat itulah hari yang dijanjikan kepada mereka dan Kiamat itu lebih
dahsyat dan lebih pahit.’ [QS. Al Qamar 54 ayat 46] di Mekkah kepada
Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan pada waktu itu aku masih anak
kecil yang bermain-main. Dan belum turun Surat Al Baqarah dan An Nisa’, kecuali
aku sudah berada di sisinya.” [HR. Al Bukhari (4993)]
5.
Mengagungkan dan menghormati ilmu dan
menjadikannya sebagai ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala.
Konsekuensi dari
itu, ialah memuliakan dan menghormati serta berbuat santun kepada para ulama
dan para guru. Demikian juga seorang murid, harus merendahkan suara di hadapan
mereka, tidak berbuat lancang kepada mereka, hendaklah berlemah-lembut dalam
berbicara dengan mereka. Mereka ialah pewaris para nabi, sebagaimana telah
disabdakan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam. Lantaran itu, maka mereka
para pendidik itu pun akan senang hati menyampaikan ilmu yang dimilikinya dan
memberikan faidah (ilmu) yang mereka miliki.
6.
Berpegang dengan metode ilmiah dengan berlandaskan
dalil, hujjah, bukti kongkrit, menjauhi taklid, meninggalkan perkiraan dan prasangka
keliru.
Dalam pengajaran
Islam, metode ini memiliki peran sangat penting. Sebab, Islam mengajak manusia
untuk berfikir dan mencari dalil. Bimbingan Al Qur-an ini telah diamalkan oleh
para Salaf terdahulu.
7.
Menjadikan tujuan terbesar pendidikan dan
pengajaran terfokus pada pembentukan pribadi muslim yang tunduk dan menerima
perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kepribadian yang
beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dalam uluhiyah-Nya dan
menempuh beribadah sesuai jalan-Nya, sehingga mentauhidkan Allah Subhanahu
wa Ta'ala dengan benar, berpegang teguh dengan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya, melaksanakan kewajiban khilafah di bumi, memperhatikan
agama dan dunia, serta beramal untuk dunia dan akhirat.
8.
Dalam proses pengajaran, menghubungkan hakikat
ilmiah dengan hakikat keimanan, menanamkan aqidah yang benar dan mengokohkannya
di dalam jiwa para murid.
Inilah metode Al Qur-an
dalam pembentukan aqidah, dimana dipaparkan ayat-ayat Allah Subhanahu wa
Ta'ala di alam semesta, jiwa dan ufuk bumi dan mengajak manusia untuk
merenungkan, memikirkan, sehingga sampailah keimanannya kepada Allah Subhanahu
wa Ta'ala, iman kepada kodrat (kekuasaan) dan sifat-sifat-Nya.
Metode ini berbeda
dengan pendidikan sekuler yang hanya menyampaikan hakikat ilmiah dan
memisahkan ilmu dari agama; sehingga pendidikan hanya bersifat lahiriyah
dan sekedar slogan tanpa berpengaruh kepada akhlak, tidak membentuk
manusia yang shalih. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam
menceritakan ilmu orang-orang kafir:
يَعْلَمُونَ ظَاهِرًا مِنَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَهُمْ عَنِ
الْآخِرَةِ هُمْ غَافِلُونَ
“Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari
kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” [QS. Ar Ruum: 7]
9.
Seorang pendidik harus menjadi teladan yang baik
bagi para muridnya.
Kaidah ini
merupakan landasan yang sangat penting dalam pendidikan. Dengan cara qudwah
inilah Islam memerintahkan dan memperingatkan secara keras perbuatan seseorang
yang menyelisihi perkataannya dan khususnya bagi seorang ulama. Dalam hal ini,
Islam memberikan permisalan dengan permisalan yang paling buruk, dengan keledai
dan anjing. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
(( مَثَلُ الَّذِينَ حُمِّلُوا
التَّوْرَاةَ ثُمَّ لَمْ يَحْمِلُوهَا كَمَثَلِ الْحِمَارِ يَحْمِلُ أَسْفَارًا ۚ
بِئْسَ مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِ اللَّهِ ۚ
وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ ))
“Perumpamaan orang-orang yang dipikulkan kepadanya
Taurat, kemudian mereka tiada memikulnya; adalah seperti keledai yang membawa
kitab-kitab yang tebal. Amatlah buruknya perumpamaan kaum yang mendustakan
ayat-ayat Allah itu. Dan Allah tiada memberi petunju kepada kaum yang dhalim.” [QS. Al Jumu’ah: 5]
Dan firman Allah Azza wa Jalla:
(( وَاتْلُ عَلَيْهِمْ نَبَأَ الَّذِي
آتَيْنَاهُ آيَاتِنَا فَانْسَلَخَ مِنْهَا فَأَتْبَعَهُ الشَّيْطَانُ فَكَانَ مِنَ
الْغَاوِينَ وَلَوْ شِئْنَا لَرَفَعْنَاهُ بِهَا وَلَٰكِنَّهُ أَخْلَدَ إِلَى
الْأَرْضِ وَاتَّبَعَ هَوَاهُ ۚ فَمَثَلُهُ كَمَثَلِ الْكَلْبِ إِنْ تَحْمِلْ عَلَيْهِ
يَلْهَثْ أَوْ تَتْرُكْهُ يَلْهَثْ ۚ ذَٰلِكَ
مَثَلُ الْقَوْمِ الَّذِينَ كَذَّبُوا بِآيَاتِنَا ۚ
فَاقْصُصِ الْقَصَصَ لَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ ))
“Dan bacakanlah kepada mereka berita orang yang
telah kami berikan kepadanya ayat-ayat kami (pengetahuan tentang isi Al Kitab),
kemudian dia melepaskan diri dari pada ayat-ayat itu, lalu dia diikuti oleh
setan (sampai dia tergoda), maka jadilah dia termasuk orang-orang yang sesat.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)-nya dengan
ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan memperturutkan hawa
nafsunya yang rendah; maka perumpamaannya seperti anjing; jika kamu
menghalaunya, diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya, dia
mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir!” [QS. Al A’raf: 175-176]
10.
Lemah-lembut terhadap murid, menyambut dan
memotivasinya.
Banyak dalil yang
memerintahkan untuk berbuat demikian. Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
memperhitungkannya sebagai faktor yang dapat mengantarkan kepada kesuksesan dan
keberuntungan.
Allah Subhanahu
wa Ta'ala berfirman:
(( ادْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ
بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ
بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ
وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ ))
“Serulah (manusia) kepada jalan Rabb-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik!.
Sesungguhnya Rabb-mu, Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk.” [QS. An Nahl: 125]
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda:
إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنُ فِيْ شَيْءٍ إِلاَّ زَانهَ،ُ وَلاَ يُنْزَعُ
مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguhnya kelembutan tidak menyertai sesuatu,
kecuali akan menghiasinya dan tidak hilang dari sesuatu, kecuali akan
merusaknya.”
[HR. Ahmad (23.786), Muslim (2.594), dan Abu Dawud (2.487)]
إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِيْ الْأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguhnya Allah mencintai kelembutan (rifqu)
dalam seluruh perkara.”
[Muttafaqun ‘Alaihi]
سَيَأْتِيْكُمْ أَقْوَامٌ يَطْلُبُوْنَ الْعِلْمَ فَإِذَا
رَأَيْتُمُوهُمْ فَقُوْلُوْا لَهُمْ: مَرْحَباً مَرْحَباً بِوَصِيَّةِ رَسُوْلِ
اللهِ
“Akan datang kepada kalian kaum yang menuntut
ilmu; bila kalian mendapatinya, maka katakanlah kepada mereka ‘Selamat Datang, Selamat
Datang orang yang menjadi wasiat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.” [HR Ibnu Majah (247)]
Oleh karena itu, dahulu, para ulama dan para
pendidik berbicara kepada para penuntut ilmu dengan perkataan yang bagus, tawadhu`,
mencintai mereka dan bermuamalah secara baik dengan mereka. Demikian juga
dengan para pelajar, mereka mencintai para pendidik, senang bersama mereka,
menghormati dan memuliakan guru-gurunya, serta mengambil faidah dari mereka
sebaik-baiknya. Sehingga, lantaran muamalah yang baik antara pendidik dengan
murid, maka semua akan mendapatkan banyak manfaat dan kesuksesan.
Diantara bentuk lemah-lembut kepada murid, yakni
dalam menyampaikan informasi ilmiah, para pendidik menyampaikannya secara
bertahap, dari yang mudah kepada yang sulit dan dari yang biasa sampai yang
komplek dan seterusnya.
11.
Melakukan variasi dalam uslub (mengajar),
sehingga murid menjadi tertarik, merasa rindu dan pikirannya terkonsentrasi
mengikuti pelajaran.
Diantara uslub
itu, misalnya dengan metode tanya jawab, diskusi, kisah-kisah, permisalan, atau
dengan penggunaan alat dan sarana pengajaran yang ada. Uslub demikian
banyak dicontohkan dalam firman Allah Subhanahu wa Ta'ala dan
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, serta pernyataan
para Salaf terdahulu.
Ditulis oleh: Al Ustadz Kholid Syamhudi, Lc.
Pada: http://almanhaj.or.id/
-------------------------------------------------
Keterangan:
[1] - Salaf: artinya yang terdahulu (nenek moyang), yang lebih tua
dan lebih utama. Salaf berarti para pendahulu. Menurut istilah (terminologi),
kata Salaf berarti generasi pertama dan terbaik dari ummat (Islam) ini, yang
terdiri dari para Shahabat, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para Imam pembawa
petunjuk pada tiga kurun (generasi/masa) pertama yang dimuliakan oleh Allah Subhanahu
wa Ta’ala.
Comments
Post a Comment