Anak Punk
Di jalan, sering kita
temukan pemandangan, segerombolan anak muda—bahkan bisa dikatakan remaja—mengenakan
kaos hitam, berjaket lusuh, celana jin robek, sepatu boots, bertato, ditindik
dengan rambut gaya mohawk; mencukur tipis atau sampai habis bagian kanan kiri
rambut dan membiarkan bagian tengahnya tetap memanjang. Bisa juga dengan model
rambut deathhawk yang membiarkan sedikit rambut dekat telinga menjuntai ke
bawah sehingga menimbulkan kesan lusuh, urakan, dan seram.
Dandanan mereka terkadang dilengkapi dengan aksesori kalung salib terbalik atau logo nazi-swastika. Sebagian mereka hidup secara liar, tidak memiliki hunian yang tetap. Hidup mereka dari jalan ke jalan. Tidak sedikit ditemukan dari kalangan mereka terjerat narkoba, suka mabuk-mabukan, dan memalak; meminta uang secara paksa kepada masyarakat. Jika mereka hendak bepergian atau beralih tempat, mereka cukup bergerombol menghentikan kendaraan bak terbuka lalu menumpanginya. Kesan di masyarakat, mereka adalah gerombolan anak muda yang hidup bebas tanpa aturan, semau gue. Masyarakat mengenal mereka sebagai gerombolan punk (baca: pang).
Punk tumbuh empat puluh
tahun lalu. Berawal dari satu generasi di Amerika dan Inggris yang kemudian
menyebar ke berbagai belahan bumi. Menurut Profane Existence, sebuah fanzine
(publikasi internal) asal Amerika menyebutkan bahwa Indonesia dan Bulgaria
adalah negara dengan tingkat perkembangan punk peringkat teratas di dunia.
Di Indonesia sendiri, punk
masuk sekitar dekade 80-an melalui musik dan fesyen. Generasi punk mulai
membiak seiring penampilan kelompok musik punk, Sex Pistol, yang banyak
digandrungi oleh kawula muda dan remaja. Mulailah budaya meniru menjalar.
Beberapa anak muda di Bandung menjiplak mentah-mentah budaya impor tersebut.
Mereka tiru dandanan punk, seperti rambut gaya mohawk dan kelengkapan aksesori
lainnya. Banyak anak muda terpincut punk, tentu tidak bisa lepas dari peran
musik.
Sebagian orang menyangka
bahwa musik adalah sarana untuk bersenang-senang semata. Sekadar pengisi waktu
luang dan pengisi sepi. Kenyataannya, sangkaan tersebut keliru. Melihat apa
yang terjadi dari perkembangan generasi punk, musik memiliki peran yang teramat
mendalam. Bahkan, bagi generasi punk, musik telah mampu menjadi perantara bagi
perubahan haluan hidup mereka. Berawal dari menyukai musik, gaya hidup mereka
berubah. Jiwa mereka berubah. Orientasi hidup mereka berubah. Bahkan, gaya
berpakaian, aksesoris, rambut, wajah, hingga bersepatu semuanya berubah. Itulah
dampak musik.
Telah menjadi fakta, musik
mampu mengubah suasana hati manusia. Kala musik melankolis mengalun, maka
suasana hati orang akan teraduk, sedih, dan pilu. Melalui musik, hati terasa
tersayat. Kala nada musik bernuansa histeria menyeruak masuk ke dalam telinga,
jiwa manusia menjadi meluap, emosi menjadi tidak terkendali, berjingkrak,
berteriak, menangis, dan tertawa. Jeritan nan melengking terkadang menjadi
ekspresi yang tiba-tiba, sontak terjadi. Sekonyong-konyong manusia menjadi
histeris.
Musik bisa
menjungkirbalikkan perasaan manusia. Begitu kuat musik bisa memengaruhi
manusia. Yang paling berbahaya, manakala melalui musik, prinsip, akidah, akhlak,
dan bentuk perilaku manusia berubah. Jika hal ini terjadi, tujuan hidup manusia
di dunia ini bisa berubah. Nas’alullaha as-salamah (kita memohon keselamatan
kepada Allah l).
Rasulullah n bersabda,
لَيَكُونَنَّ
مِنْ أُمَّتِي أَقْوَامٌ يَسْتَحِلُّونَ الْحِرَ وَالْحَرِيرَ وَالْخَمْرَ
وَالْمَعَازِفَ
“Sungguh akan terjadi pada
umatku, beberapa kaum yang menghalalkan zina, sutra, minuman keras, dan musik.”
(HR. al-Bukhari no. 5590. Pembahasan musik secara lebih rinci bisa dilihat di
Asy Syari’ah edisi 40)
Punk adalah perilaku yang
lahir dari sifat melawan, tidak puas hati, marah, dan benci pada sesuatu yang
tidak pada tempatnya (sosial, ekonomi, politik, budaya, bahkan agama), terutama
tindakan yang menindas. (Punk, Ideologi yang Disalahpahami, hlm. 15)
Gaya hidup generasi punk
adalah cerminan dari ketidakberdayaan menghadapi perubahan zaman. Persaingan
global, keadaan jiwa yang masih labil—karena mayoritas kelompok mereka masih
remaja—dan tidak memiliki bekal ilmu yang cukup guna menghadapi situasi yang
cepat berubah, menjadikan mental mereka mudah terpuruk. Mereka hidup
terombang-ambing penuh ketidakpastian. Mereka menjadi manusia frustasi yang
menyerah kalah oleh keadaan.
Maka dari itu, tatkala ide
punk bergulir, mereka seakan-akan mendapat wadah untuk mengekspresikan
kekesalan jiwanya. Bosan melihat situasi rumah yang selalu hiruk pikuk dengan
konflik dan ketidakharmonisan, mereka lantas lari dari rumah dan mencari
situasi baru. Mereka berteman dan bergaul dengan orang-orang yang memiliki
nasib yang sama, bosan dengan rumah, bosan dengan segala aturan yang mengikat,
bosan dengan situasi yang tidak pernah berubah. Jadilah generasi punker,
generasi yang tidak suka kemapanan, selalu berubah dan mengikuti arus zaman.
Mereka bisa bergaul bebas,
lantaran tak memiliki prinsip dan pandangan hidup yang kokoh. Mereka suka
menerobos norma yang ada, karena mereka tak memiliki figur yang pantas untuk
membimbing mereka ke jalan yang benar. Kehampaan demi kehampaan, kekecewaan
demi kekecewaan, kegalauan demi kegalauan menumpuk, terakumulasi dalam jiwa
yang akhir muaranya adalah hidup menjadi anak jalanan. Sebagian masyarakat
melabeli mereka dengan “sampah masyarakat”. Mereka benar-benar terbuang dari
kehidupan bermasyarakat yang sehat. Bagai seonggok sampah yang dibuang karena sudah
tidak berguna.
Oleh karena itu,
menanamkan pemahaman Islam yang benar sangat diperlukan. Meneguhkan prinsip
al-wala’ wal bara’, siapa yang harus diikuti dan dijadikan teman seiring, siapa
pula yang mesti dijauhi dan ditinggalkan serta tidak dijadikan teman seiring.
Tanpa prinsip ini, seseorang akan menjadi manusia gaul, bebas bergumul dengan
siapa pun, tanpa menakar dengan syariat Allah l dan Rasul-Nya n.
Rasulullah n bersabda,
مَثَلُ الْجَلِيسِ الصَّالِحِ
وَالسُّوءِ كَحَامِلِ الْمِسْكِ وَنَافِخِ الْكِيْرِ، فَحَامِلُ الْمِسْكِ إِمَّا
أَنْ يُحْذِيَكَ وَإِمَّا أَنْ تَبْتَاعَ مِنْهُ وَإِمَّا أَنْ تَجِدَ مِنْهُ
رِيْحًا طَيِّبَةً، وَنَافِخُ الْكِيْرِ إِمَّا أَنْ يَحْرِقَ ثِيَابَكَ وَإِمَّا
أَنْ تَجِدَ رِيْحًا خَبِيثَةً
“Perumpamaan teman duduk
yang baik dan buruk seperti penjual minyak wangi dan pandai besi. (Seseorang
yang duduk bersama) penjual minyak wangi bisa jadi engkau diberi minyak wangi
olehnya, bisa jadi pula engkau akan membeli darinya, dan bisa pula engkau hanya
sekadar mendapatkan keharumannya. Adapun yang duduk bersama pandai besi, bisa
jadi bajumu terbakar atau bisa pula dirimu mendapati bau yang tak sedap
darinya.” (HR. al-Bukhari no. 5534 dan Muslim no. 146)
Teman bergaul akan memberi
warna pada sikap seseorang. Lebih dari itu, teman bergaul akan memengaruhi
keadaan agama seseorang. Teman yang baik akan mengokohkan agama seseorang.
Adapun teman yang buruk akan menyusutkan nilai agama seseorang. Manakala
seseorang bergaul bebas tanpa batas, akan runtuh bangunan agama yang ada
padanya. Karena itu, berhati-hatilah memilih teman.
الرَّجُلُ
عَلَى دِينِ خَلِيلِهِ فَلْيَنْظُرْ أَحَدُكُمْ مَنْ يُخَالِلُ
“(Keadaan) seseorang itu
berada di atas agama (perangai) temannya. Perhatikanlah siapa yang menjadi
teman dekatnya.” (HR. Abu Dawud no. 4833 dan at-Tirmidzi no. 2395)
Dalam kondisi mental remaja yang masih labil dan proses pencarian pribadi, maka saat menemukan sesuatu yang baru mereka terdorong untuk meniru dan memilikinya. Proses meniru budaya punk menjadi mudah terkristal. Terbentuklah sikap mental punk yang sangat asing bagi masyarakat muslimin. Budaya meniru terhadap sesuatu yang tidak benar dan tidak baik telah diingatkan oleh Rasulullah n,
لَتَتَّبِعُنَّ سَنَنَ مَنْ كَانَ
قَبْلَكُمْ شِبْرًا بِشِبْرٍ وَذِرَاعًا بِذِرَاعٍ حَتَّى لَوْ دَخَلُوا جُحْرَ ضَبٍّ
تَبِعْتُمُوهُمْ. قُلْنَا: يَا رَسُولَ اللهِ، الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى؟ قَالَ:
فَمَنْ؟
“Sungguh, kalian akan
mengikuti jalan yang telah ditempuh oleh orang-orang sebelum kalian sejengkal
demi sejengkal, sehasta demi sehasta. (Sampai-sampai) seandainya mereka masuk
ke dalam lubang dhab (sejenis biawak) pasti kalian akan mengikuti mereka.” Kami
bertanya, “Wahai Rasulullah, apakah mereka itu Yahudi dan Nasrani?” Jawab
beliau n, “Siapa lagi kalau bukan mereka?” (HR. al-Bukhari no. 7319)
Di dalam al-Qur’an, Allah l berfirman,
“Belumkah datang waktunya
bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan
kepada kebenaran yang telah turun (kepada mereka), dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan al-Kitab kepadanya, kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.” (al-Hadid: 16)
Seorang muslim memiliki
kepribadian tersendiri yang bersumber dari ajaran Rasulullah n. Tidak semua
perubahan yang terjadi sekarang ini lantas boleh ditiru oleh setiap muslim,
termasuk dalam hal ini adalah gaya hidup punk, gaya hidup anak jalanan
sebagaimana yang diperlihatkan oleh para punkers dewasa ini. Gaya hidup hasil
sebuah pergulatan sosial perkotaan. Apa yang terjadi dari sejarah kemunculan
punk, ada beberapa sisi kesamaan dengan anak jalanan yang hidup di kota London.
(Dalam: Streetboys, Kisah 7 Anak Jalanan, 2 Bocah Muslim + 5 Bocah Kristen
Berjuang Melawan Kerasnya Kehidupan, Tim Pritchard, Penerbit Edelweiss)
Ketujuh anak laki-laki
yang lahir dari keluarga broken home, terjerumus kepada kehidupan gelap kota
London. Mereka membentuk geng jalanan. Dalam upaya mempertahankan hidup, mereka
terpasung mafia narkoba dan termakan sisi gelap premanisme. Pergaulan bebas
telah mengarahkan tujuh bocah tadi ke dalam kehidupan keras dan kelam.
Di tengah kehidupan yang
karut-marut, celah untuk terjerumus pergaulan bebas semakin menganga. Tidak
hanya untuk kalangan remaja atau pemuda, para orang tua pun tidak sedikit yang
tersungkur dalam arena pergaulan bebas. Betapa banyak kehidupan rumah tangga
yang telah dibina bertahun-tahun lalu kandas di tengah jalan. Apa masalahnya?
Ternyata sang suami berselingkuh. Kesetiaan sang istri dikhianati. Karena suami
main gila, berzina dengan wanita lain, tentu sang istri tidak terima. Mahligai
rumah tangga terkoyak. Bahtera itu pun terempas badai. Pupus sudah
keharmonisan. Tersisalah kegetiran hidup yang mesti ditanggung.
Akibat pergaulan bebas,
banyak anak remaja menghadapi masa depan suram. Ketergantungan terhadap
obat-obat terlarang menjadikan mereka rapuh, tidak mampu tegak menghadapi
kenyataan hidup. Untuk memenuhi kebutuhan terhadap obat-obat terlarang tersebut
tidak sedikit yang lantas mengambil jalan pintas: mencuri, merampas, atau
merampok harta orang. Semua ini dilakukan lantaran dirinya butuh dana untuk
keperluan membeli obat-obat terlarang. Pergaulan bebas menyebabkan seseorang
terjerat kemaksiatan demi kemaksiatan.
Akibat pergaulan bebas,
praktik aborsi bagai jamur di musim hujan. Mengapa harus aborsi? Sebabnya
adalah kehamilan yang tidak dikehendaki. Kehamilan akibat pergaulan bebas
hingga terjadi perzinaan dan hamil. Untuk menutup malu, maka diambil jalan
pintas: aborsi! Nas’alullah al-‘afiyah (kita memohon keselamatan kepada Allah).
Melihat akibat pergaulan
bebas yang sedemikian dahsyat, hati pun miris dan risau. Demikian buruk keadaan
masyarakat. Semakin berkembang teknologi dan kehidupan sosial masyarakat,
ternyata semakin membawa dampak yang tidak sederhana. Masalah semakin kompleks
dan proses penyelesaiannya pun tentu tak sesederhana yang dibayangkan. Meskipun
demikian, Islam membimbing setiap pribadi untuk menjaga diri dan keluarganya
dari siksa api neraka. Allah l berfirman,
“Hai orang-orang yang
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya
adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras,
yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka
dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (at-Tahrim: 6)
Keluarga adalah unit
terkecil dalam masyarakat. Apabila setiap keluarga dalam satu kampung baik,
diharapkan bahwa kehidupan kampung itu pun akan baik. Inilah yang menjadi
dambaan setiap insan. Untuk mewujudkan semua itu, bekal pemahaman Islam yang
lurus, benar, dan baik sangat dibutuhkan. Kata kuncinya, kembali kepada Islam
sebagaimana yang telah diajarkan oleh Rasulullah n.
Wallahu a’lam.
Diambil dari artikel Ustadz Ayif Safruddin
Comments
Post a Comment