Kisah Pagi... (Sebelum Part. I)

Tentang Sebuah Kisah


Sepulang dari masjid pagi ini disambut senyuman istri dengan sepotong roti yang tinggal separuh, rupanya istriku semalam menahan lapar. Iya, semalam dia tak makan...


Aku temani dia, sekedar duduk di sampingnya, melihat lahapnya dengan gigitan-gigitan riang pada rotinya itu, bercerita kesana kemari sekedar hangatkan pagi yang sebenarnya amatlah dingin. Ternyata, sampailah aku pada sebuah kisah menakjubkan yang terjadi 5 bulan yang lalu yang pernah aku sampaikan pula di sini. Agar tak penasaran tentang cerita tersebut, tak ada salahnya aku copaskan dari catatanku yang masih tersimpan di akun ini.

Ini dia kisah tersebut:
[https://www.facebook.com/photo.php?fbid=542924822400848&l=74d1301424]

-------

Bukan hendak menulis cerita seperti teman-teman yang pandai merangkai huruf menjadi sebuah kisah yang menggugah dan menggairahkan. Hanya, ada sedikit yang ingin aku bagi dan sampaikan kepada khalayak, semoga dapat menjadi sebuah pelajaran dan pemupuk semangat yang mungkin mulai agak layu...

Sabtu, 18 Dzulhijjah 1433 H... Seperti hari-hari Sabtu sebelumnya, tugasku menjemput istri pulang kuliah. Tak seperti biasanya, pukul 16.30 aku suadah berada di depan pintu gerbang tempat istriku belajar. Tak rugi aku berangkat 30 menit lebih awal, karena ternyata tak harus menunggu lama dan akhirnya kami pun pulang...

Menjadi keinginanku sejak lama untuk tidak melewati jalan yang biasa kami lewati, bosan... Sore ini keinginan tersebut terwujud, jalan baru nan sepi menjadi pengalaman dan hiburan baru bagi kami. Apa enaknya ngebut, toh bakalan sampai rumah juga, insya-Allah. 40 Km/Jam jarum yang kami pilih untuk menyusuri jalan tersebut... Disambut langit yang mulai berganti warna, semua tak menghalangi kami untuk menikmati jalan baru ini, begitu istimewa...

Qadarullaah wa-maa syaa-a fa'ala, jika Allah berkehendak pasti akan terjadi, begitu kira-kira... Saking santai dan gembiranya, kami tak begitu memperhatikan, ternyata ban belakang kami bocor. Beruntung ada seorang pengendara yang mengingatkan kami sebelum jauh...

Terpaksa kami berhenti, sedikit periksa, ternyata tak ada paku atau benda lain yang menancap di sana. Ban baru, kenapa bocor ?? Takdir, iya takdir... Inilah kehendak Allah, kehendak-Nya pasti terjadi...

Sekira 500 meter berjalan dengan beban motor yang begitu berat, diikuti langkah istri yang teramat lamban dengan letih bawaan ibu hamil yang memaksanya sesekali berhenti... Tiba-tiba ada seorang bapak pengendara Honda Grand berhenti di depanku, menanyakan apa gerangan yang sedang terjadi. Jika aku lihat pakaian dan tampilan, apalagi tutur katanyanya, Si Bapak ini adalah orang yang sering hadir ke pengajian. Setelah mengobrol beberapa saat tentang apa yang terjadi, akahirnya Si Bapak berkata, "Mas, tadi saya lihat istri Anda agak jauh tertinggal di belakang, kelihatannya letih...?"

"Iya Pak, baru hamil..." kataku...

"Ooo begitu, pantes aja ... semoga berkah ... Anak ke berapa, Mas?"

"Insya-Allah anak yang kedua, Pak ..."

"Kasihan istrinya, Mas... Mas bawa motor saya, antar istrinya duluan, biar saya di sini nungguin motornya. Bawa juga kalo sekiranya ada barang berharga... ."

Deg... kaget, kaget dua kali, kaget dengan kalimat Bapak tadi, kaget juga dengan kedatangan istri yang baru samapi di tempat kami mengobrol. Langit gelap gini, masa Si Bapak ini mau nungguin motorku di tengah sawah, sementara aku dan istri pulang duluan dengan motor beliau. Sejenak kami berunding, akhirnya dengan persetujuan istri dan anggukan Si Bapak, kami berangkat.... Jika pulang, mungkin akan butuh waktu yang cukup lama, akhirnya istri saya turunkan di sebuah bengkel tambal ban (mungkin sekitar 2 Km jaraknya dari tempat motorku)... Saya sampaikan padanya, "Bunda nunggu di sini dulu, bisa berteduh kalo-kalo nanti hujan, biar motornya Ayah kembalikan ke Bapak, kasihan udah mau hujan..."
Aku kembali ke tempat semula... Subhanallaah, tenyata Bapak yang tadi telah berela hati menggantikan peranku, menuntun motor bocorku sejauh kurang lebih 500 meter...

Kami mengobrol sejenak, tak lupa aku ucapkan termia kasih kepada Bapak tersebut, semoga Allah membalas kebaikan yang begitu besar ini dengan kebaikan yang banyak...

Tak usah diceritakan betapa capek dan berkeringatnya, ketika aku menuntun (mendorong -edited) motor itu di sisa perjalanan yang ada... Tapi, kehebatan Bapak tersebut menjelma menjadi penghibur dan penyemangat. Bengkel motor yang ada tambal bannya pun sudah di depan mata...

"Bocor, Mas?"

"Iya... Bisa nambal kan, Pak?"

Hujan pun turun dengan derasnya. Alhamdulillah, beruntung aku tak kehujanan ...

****

Andai aku yang jadi Bapak tersebut, maukah kiranya aku berela hati menggantikan perannya untuk menuntun motor bocor, sementara dia bersama istrinya meninggalkanku dalam keadaan yang demikian ?? Segala puji hanya milik Allah...

-----

Sebuah kisah yang belum juga terlupa dan mudah-mudahan tak kan pernah terlupa, kisah yang terjadi 5 bulan yang lalu... Kisah ini pula yang mampu menitikkan air mata, ketika aku mengenangnya saat tak sengaja kembali lewati jalan itu...

Tak terasa pula gigitan roti istriku tinggal gigitan yang terakhir, disambut tangis terbangun anakku yang pertama, Abdurrahman...

Sebulan lagi, anakku yang kedua akan lahir, insya-Allah. Berharap doa kepada seluruh teman semua, agar kami 'kembali' dianugerahkan kemudahan dalam segala halnya, termasuk ketika nanti persalinan bakal anakku...

Dan, kata dokter, anakku kembali laki-laki, ketika beberapa kali kami USG, walau sebenarnya ingin sekali punya anak perempuan. Tak mengapa, berharap menjadi anak yang shalih yang berbakti kepada kedua orang tuanya.

Iya, adakah yang hendak mengusulkan nama buat anakku di sini? Karena, kami kemarin memilih nama 'Aisyah jika dia lahir perempuan... Tapi ternyata...

Comments

Popular posts from this blog

Macam-macam Majas

Ringkasan Materi Psikologi Perkembangan

Ilmu di Mata Imam Asy Syafi'i rahimahullah