Model Pembelajaran Inovatif

A.      Model Pembelajaran

Model adalah suatu obyek, atau konsep yang digunakan untuk mempresentasikan/ menciptakan sesuatu hal.

Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang enuliskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman-pengalaman belajar untuk mencapai tujuan fungsi sebagai pedoman untuk merancang aktifitas pembelajaran.

Belajar adalah sebuah proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman, ketrampilan, daya pikir, dan kemampuan-kemampuan yang lain.

Pembelajaran adalah proses pentransferan pengetahuan untuk menyempurnakan pengetahuan yang telah diperoleh oleh anak didik tersebut.

Pengajaran adalah suatu proses pentransferan ilmu dari seorang guru/ pendidik kepada peserta didik agar bisa memahami dan menganalisa pengetahuan dan pengalaman yang telah diterima untuk memperoleh pengukuhan dan pengukuran di akhir penilaian.

Perbedaan Pendidikan dan Pengajaran
Selain pentransferan ilmu, untuk mencapai nilai prestasi yang maksimal harus dibuktikan dengan penilaian dari realisasi keilmuan yang dipraktekkan berwujud pengalaman-pengalaman/ aktifitas dari ilmu yang telah diterima oleh peserta didik, sehingga terbiasa merubah kepribadiannya (caracter building).

Model Pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman-pengalaman belajar untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu, serta berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dalam menjalankan aktifitas belajar mengajar dengan strategi-strategi pembelajaran tertentu. (Prof. Sukamto, Guru Besar IKIP – UNY)

Unsur Pembelajaran menurut Antony Robins:
1.       Belajar adalah penciptaan hubungan;
2.       Belajar adalah adanya suatu pengetahuan yang harus dipahami;
3.       Adanya suatu pengetahuan yang baru sebagai kesinambungan ilmu sebelumnya.

Belajar adalah merangsang dan mengarahkan siswa dalam bentuk dorongan/ motivasi, semangat/spirit yang bertujuan membantu siswa secara cepat dan tepat memperoleh pengetahuan, sikap, ide dan apresiasi yang menjurus pada perubahan tingkah laku dan pengalaman peserta didik. (Dr. Sugiyarto)

Pembelajaran bersifat transmisif artinya pengajar hanya sekedar mentransfer dan mengairkan konsep-konsep secara langsung pada siswa , sehingga siswa menyerap secara pasif struktur pengetahuan yang diberikan guru dalam buku pelajaran.

Prinsif belajar transmisif:
1.       Diajarkan teori-teori;
2.       Diajarkan contoh-contoh;
3.       Diberikan latihan-latihan soal.

Prinsif belajar dalam pandangan Konstruktifisme (Dr. Soekarno, 1997):
1.       Pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa, baik secara pesonal, maupun sosial;
2.       Pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru kepada siswa, kecuali hanya dengan kreatifitas dan keaktifan siswa dalam menggunakan daya nalar/ daya pikir;
3.       Siswa aktif mengkonstruksikan ilmu pengetahuan secara terus menerus dan berkesinambungan, sehingga selalu terjadi perubahan konsep ilmiah;
4.       Guru berperan sebagai fasilitator, menyediakan sarana dan situasi (lingkungan), agar proses konstruksi pengetahuan para siswa berjalan lancar sesuai dengan sekup dan skuensinya.

Implikasi ciri-ciri pembelajaran konstruktifisme adalah penyediaan lingkungan belajar yang konstruktif.

Syarat lingkungan belajar yang konstruktif (menurut Hudoyo, 1998):
1.       Lingkungan tersebut menyediakan pengalaman belajar yang mengaitkan pengetahuan baru dengan pengetahuan yang telah dimiliki sisiwa, sehingga belajar merupakan proses pembentukan pengetahuan yang konstruktif;
2.       Menyediakan berbagai alternatif pengalaman belajar;
3.       Mengintegrasikan pembelajaran dengan situasi yang realistis dan relevan dengan melibatkan pengalaman kongkrit;
4.       Mengintegrasikan pembelajaran yang memungkinkan terjadinya interaksi dan kerjasama antar siswa;
5.       Memanfaatkan berbagai media agar pembelajaran lebih menarik;
6.       Me;ibatkan siswa secara emosional dan sosial, sehingga pembelajaran lebih menarik dan siswa lebih terdorong untuk belajar.

Model Pembelajaran Meurut Para Ahli
1.       Menurut Weyel (1985)
Model pembelajaran merupakan suatu obyek/ konsep yang digunakan untuk mempresentasikan suatu bahan ajar, sehingga bisa mengkonfersikan sesuatu yang nyata menjadi sebuah bentuk yang lebih konperhensif.

2.       Menurut dr. Sukamto dan Nurulwati (2000)
Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancag pembelajaran dan para pedidik/ pengajar dalam merencanakan aktifitas belajar mengajar.

3.       Menurut Arens (1997)
Model pembelajaran mengarah pada suatu pendekatan pengajaran tertentu sesuai dengan konsentrasi ilmunya yang menyangkut mengenai tujuan, lingkungan pembelajaran dan sistem pengelolaannya.

Ciri Model Pembelajaran yang tidak dimiliki oleh Strategi Pembelajaran, Metode dan Prosedur Pembelajaran:
1.       Model pembelajaran itu rasional, teoritis dan logis; yang disusun oleh para pencipta/ para inovatornya;
2.       Landasan pemikiran memuat tentang apa dan bagaimana siswa belajar yang menyangkut tujuan pembelajaran yang akan dicapai;
3.       Tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model pembelajaran tersebut dapat dilaksanakan dan mencapai hasil yang optimal;
4.       Lingkungan belajar sangat dipriorotaskan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan prosedur cepat dan menyasar.

Ciri Khusus Model Pembelajaran menurut Nieveen (1999):
1.       Model pembelajaran harus valid
Berdasarkan rasional teoritis yang kuat dan konsistensi internal (teruji secara materi).
2.       Praktis
Model pembelajaran yang dikembangkan tersebut harus dapat diterapkan.
3.       Efektif
Model pembelajaran yang dalam operasionalnya cepat menghasilkan sesuatu yang sesuai dengan paradigma, cita-cita, serta ide yang tepat guna.

B.      Strategi Pembelajaran Model Inovatif Progresif

Hasil pembelajaran yang harus dicapai menurut Gagne:
1.       Kompetensi Intelektual
Seperti, kemampuan anak mendeskripsikan perbuatan benar/ salah, serta mampu menunjukkan konsep konkrit dan konsep berdiskriminasi.
2.       Kompetensi Verbal
Berhubungan dengan pengetahuan deklaratif, yaitu pengetahuan yang disajikan dalam bentuk proposisi/ gagasan, bersifat statis, seperti fakta, termasuk kejadian pribadi dan generalisasi.
3.       Kompetensi Sikap
Yaitu, kemampuan yang berupa pembawaan yang dapat dipelajari dan dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap undang-undang, kejadian-kejadian, serta sikap terhadap makhluk yang lain.
4.       Kompetensi Kemampuan Motorik
Yaitu, kemampuan yang bersifat fisik, termasuk penggabungan kemampuan motorik dengan intelektual, seperti kemampuan anak menggunakan microskop dan teropong bintang.
5.       Kompetensi Strategi Kognitif
Suatu proses kontrol yang merupakan proses internal yang digunakan oleh siswa untuk memilih dan megubah cara-cara membangkitkan perhatian anak agar semangat belajar, mengingat dan berfikir.

Kompetensi Strategi Kognitif
1.       Strategi Menghafal
Siswa melakukan sendiri tentang materi, seperti: mengulang nama-nama dalam suatu urutan, mengulang urutan amaliah dalam suatu rukun, dsb.
2.       Strategi Elaborasi
Yaitu, siswa mengasosiasikan hal-hal yang akan dipelajari dengan bahan-bahan lain yang tersedia.
Contoh: pembuatan ringkasan, catatan hal-hal yang penting, petumusan pertanyaan dan jawaban.
3.       Strategi Pengaturan
Menyusun materi yang akan dipelajari ke dalam suatu kerangka yang teratur.
4.       Strategi Metakognitif
Kemampuan siswa untuk menentukan tujuan belajar, memilih perkiraan keberhasilan dan alternatifnya.
5.       Strategi Efektif
Kemampuan siswa untuk memusatkan dan mempertahankan perhatian/ konsentrasi yang seefektif mungkin.

Tahapan Perkembangan Kognitif Menurut Piaget
Menurut Piaget, perkembangan kognitif merupakan suatu proses genetik, yaitu suatu proses yang didasarkan atas mekanisme biologis perkembangan sistem syaraf. 
Dengan makin bertambahnya umur seseorang, maka makin komplekslah susunan sel syarafnya dan makin meningkat pula kemampuannya.  Ketika individu berkembang menuju kedewasaan, akan mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-perubahan kualitatif didalam struktur kognitifnya.
Piaget tidak melihat perkembangan kognitif sebagai sesuatu yang dapat didefinisikan secara kuantitatif.  Ia menyimpulkan, bahwa daya pikir atau kekuatan metal anak yang berbeda usia akan berbeda pula secara kualitatif.
Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-tahap perkembangannya sesuai dengan umurnya.
 Pola dan tahap-tahap ini bersifat hirarkhis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat, yaitu:
1.       Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun);
Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan persepsinya yang sederhana. 
Ciri pokok perkembangannya berdasarkan tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah.
 Kemampuan yang dimiliki antara lain :
a.       Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di sekitarnya;
b.      Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara;
c.       Suka memperhatikan sesuat lebih lama;
d.      Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya;
e.      Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah tempatnya

2.       Tahap preoperasional (umur 2 - 7/8 tahun);
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan symbol atau bahasa tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Tahap ini dibagi menjadi dua, yaitu preoperasional dan intuitif.

Preoperasional (umur 2-4 tahun)
Anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan dalam memahami objek.
Karakteristik tahap ini adalah:
a.       Self counter nya sangat menonjol;
b.      Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal dan mencolok;
c.       Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk kriteria yang benar;
d.      Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat menjelaskan perbedaan antara deretan.

Tahap intuitif (umur 4 - 7 atau 8 tahun)
Anak telah dapat memperoleh pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstraks. Dalam menarik kesimpulan sering tidak diungkapkan dengan kata-kata.
Oleh sebab itu, pada usia ini, anak telah dapat mengungkapkan isi hatinya secara simbolik terutama bagi mereka yang memiliki pengalaman yang luas.
Karakteristik tahap ini adalah:
a.       Anak dapat membentuk kelas-kelas atau kategori objek, tetapi kurang disadarinya;
b.      Anak mulai mengetahui hubungan secara logis terhadap hal-hal yang lebih kompleks;
c.       Anak dapat melakukan sesuatu terhadap sejumlah ide;
d.      Anak mampu memperoleh prinsip-prinsip secara benar. Dia mengerti terhadap sejumlah objek yang teratur dan cara mengelompokkannya.

Anak kekekalan masa pada usia 5 tahun, kekekalan berat pada usia 6 tahun, dan kekekalan volume pada usia 7 tahun. Anak memahami bahwa jumlah objek adalah tetap sama meskipun objek itu dikelompokkan dengan cara yang berbeda.

3.       Tahap operasional konkret (umur 7 atau 8-11 atau 12 tahun);
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan ditandai adanya reversible dan kekekalan.
Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan benda-benda yang bersifat konkret. 
Operation adalah suatu tipe tindakan untuk memanipulasi objek atau gambaran yang ada di dalam dirinya.  Karenanya kegiatan ini memerlukan proses transformasi informasi ke dalam dirinya sehingga tindakannya lebih efektif.
Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam melakukan kegiatan tertentu.  Ia dapat menggunakan hasil yang telah dicapai sebelumnya.  Anak mampu menangani sistem klasifikasi.
Namun sungguhpun anak telah dapat melakukan pengklasifikasian, pengelompokan dan pengaturan masalah (ordering problems) ia tidak sepenuhnya menyadari adanya prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya.  Namun taraf berpikirnya sudah dapat dikatakan maju.
 Anak sudah tidak memusatkan diri pada karakteristik perseptualpasif.  Untuk menghindari keterbatasan berpikir anak perlu diberi gambaran konkret, sehingga ia mampu menelaah persoalan.  Sungguhpun demikian anak usia 7-12 tahun masih memiliki masalah mengenai berpikir abstrak.

4.       Tahap operasional formal (umur 11/12-18 tahun)
Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu berpikir abstrak dan logis dengan  menggunakan pola berpikir "kemungkinan". 
Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa.
Pada tahap ini kondisi berpikir anak sudah dapat :
a.       Bekerja secara efektif dan sistematis.
b.      Menganalisis secara kombinasi.
Dengan demikian telah diberikan dua kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak  dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
c.       Berpikir secara proporsional
Yakni menentukan macam-macam proporsional tentang C1, C2 dan R misalnya.
d.      Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.
Pada tahap ini mula-mula Piaget percaya bahwa sebagian remaja mencapai formal operations paling lambat pada usia 15 tahun.  Tetapi berdasarkan penelitian maupun studi selanjutnya menemukan bahwa banyak siswa bahkan mahasiswa walaupun usianya telah melampaui, belum dapat melakukan formal operation.

Proses belajar yang dialami seorang anak pada tahap sensorimotor tentu akan berbeda dengan proses belajar yang dialami oleh seorang anak pada tahap preoperasional, dan akan berbeda pula dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional konkret, bahkan dengan mereka yang sudah berada pada tahap operasional formal.
Secara umum, semakin tinggi tahap perkembangan kognitif seseorang akan semakin teratur dan semakin abstrak cara berpikirnya.  Guru seharusnya memahami tahap-tahap perkembangan kognitif pada muridnya agar dalam merancang dan melaksanakan proses pembelajarannya sesuai dengan tahap-tahap tersebut.  Pembelajaran yang dirancang dan dilaksanakan tidak sesuai dengan kemampuan dan karakteristik siswa tidak akan ada maknanya bagi siswa.


| Bonus Kisah klik di sini

Comments

Popular posts from this blog

Macam-macam Majas

MICRO TEACHING (DASAR KETERAMPILAN MENGAJAR)

Sekolah dan Institusi Pendidikan Keagamaan di Masyarakat